Oleh : Fadhil Rahma putra
Charger | Serang, Banten — Tim investigasi gabungan media menemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek peningkatan Jalan Raya Baros–Cikeusal di Kabupaten Serang, yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2023 senilai Rp48 miliar. Temuan awal mengindikasikan adanya praktik mark-up anggaran, manipulasi laporan progres, serta penggunaan material yang tidak sesuai standar teknis.
Kecurigaan bermula dari kondisi jalan yang cepat mengalami kerusakan. Meski proyek baru selesai pada akhir 2023, beberapa titik jalan terlihat retak, bergelombang, bahkan amblas. Kondisi tersebut memicu pertanyaan dari warga sekitar. Tim investigasi kemudian turun langsung ke lapangan dan menemukan:
- Ketebalan aspal di beberapa area tidak sesuai spesifikasi kontrak.
- Struktur fondasi jalan menggunakan material campuran berkualitas rendah.
- Proses pemadatan tanah diduga tidak dilakukan sesuai standar teknik.
“Baru beberapa bulan selesai, jalannya sudah rusak. Kami merasa ada yang tidak beres,” ujar seorang warga Baros yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Setelah memperoleh salinan dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB), tim investigasi membandingkan data anggaran dengan harga material di lapangan. Hasilnya menunjukkan potensi terjadinya mark-up, antara lain:
- Harga aspal tercatat 15–20% lebih tinggi dari harga pasar.
- Pengeluaran untuk sewa alat berat diduga dilebihkan.
- Volume material tidak sesuai dengan realisasi di lapangan.
Sumber internal pemerintah daerah yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa proses pengadaan dilakukan secara tertutup dan melibatkan pihak ketiga yang sama dalam beberapa proyek sebelumnya.

Kejaksaan Negeri Serang dikabarkan telah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai klarifikasi, di antaranya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), direktur perusahaan kontraktor pelaksana, pengawas lapangan, serta tim konsultan perencana. Namun, Kejaksaan belum mengeluarkan pernyataan resmi karena proses pengumpulan bukti masih berlangsung.
Kerusakan jalan ini berdampak langsung pada masyarakat. Mobilitas warga menjadi terganggu, terutama petani yang bergantung pada jalur tersebut untuk mengangkut hasil panen. Beberapa sopir angkutan juga mengaku mengalami kerugian akibat kondisi jalan yang kian memburuk.
“Saya berharap aparat benar-benar mengusut tuntas. Jangan sampai anggaran besar ini hilang sia-sia,” ujar seorang sopir angkutan.
Dari hasil penelusuran sementara, tim investigasi menemukan empat indikasi kuat dugaan korupsi:
- Mark-up anggaran dalam pembelian material dan penyewaan alat.
- Pengurangan kualitas pengerjaan sehingga jalan cepat rusak.
- Proses pengadaan dilakukan secara tertutup dan tidak transparan.
- Dokumen progres proyek tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Tim investigasi masih mengumpulkan bukti tambahan, termasuk mewawancarai pihak-pihak yang dinilai mengetahui proses pengerjaan proyek secara lebih mendalam.
A. Kesimpulan Umum Kasus
- Terdapat indikasi penyimpangan anggaran melalui mark-up harga material, biaya sewa alat, dan manipulasi laporan proyek dalam pembangunan Jalan Raya Baros–Cikeusal senilai Rp48 miliar.
- Kualitas konstruksi tidak sesuai standar, dibuktikan dengan kerusakan jalan dalam waktu singkat yang mengarah pada dugaan pengurangan volume material serta pelanggaran spesifikasi teknis.
- Proses pengadaan tidak transparan dan melibatkan pihak yang sama dalam beberapa proyek, sehingga membuka peluang terjadinya kolusi.
- Dokumen proyek menunjukkan ketidaksesuaian antara laporan administrasi dan kondisi nyata, menandakan adanya upaya manipulasi untuk menutupi penyimpangan.
- Kejaksaan telah memanggil pihak terkait, tetapi penyelidikan masih berjalan sehingga belum ada pernyataan resmi.
- Masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan, terutama pengguna jalan, petani, dan pengemudi yang bergantung pada akses tersebut untuk aktivitas ekonomi.
B. Kesimpulan Berdasarkan Perspektif Sosiologi Hukum
Perspektif sosiologi hukum memandang hukum tidak hanya sebagai seperangkat aturan tertulis, tetapi juga sebagai bagian dari struktur sosial, perilaku masyarakat, dan dinamika kekuasaan. Berdasarkan pendekatan ini, kasus dugaan korupsi proyek jalan di Serang dapat dipahami sebagai berikut:
1. Korupsi muncul karena ketimpangan kekuasaan.
Pejabat proyek dan kontraktor memiliki posisi dominan dalam pengelolaan anggaran sehingga lebih mudah menyalahgunakan kewenangan. Struktur birokrasi yang hierarkis menghambat pengawasan dari masyarakat.
2. Budaya organisasi pemerintahan turut mendorong korupsi.
Praktik mark-up dan pengurangan kualitas pekerjaan diduga dianggap sebagai hal yang “biasa”, sehingga pelanggaran tidak lagi dipandang sebagai penyimpangan.
3. Kontrol sosial formal maupun informal lemah.
Audit internal, pengawasan administratif, dan transparansi dokumen tidak berjalan maksimal. Kontrol masyarakat dan media muncul terlambat karena informasi publik terbatas.
4. Masyarakat menjadi korban ketidakadilan struktural.
Kerusakan jalan menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi warga, sehingga pelanggaran hukum di tingkat elite menimbulkan penderitaan bagi kelompok masyarakat bawah.
5. Kepatuhan hukum dipengaruhi oleh norma sosial.
Jika lingkungan kerja membiarkan praktik korupsi melalui toleransi internal, maka keberadaan hukum formal menjadi tidak efektif.
6. Terdapat kesenjangan antara hukum ideal dan hukum dalam praktik.
Secara normatif, proyek pemerintah wajib transparan dan akuntabel, tetapi secara empiris terjadi penyimpangan yang menunjukkan lemahnya implementasi prinsip-prinsip hukum.
7. Pencegahan korupsi membutuhkan pendekatan sosial.
Selain penegakan hukum, perlu dilakukan:
- Perubahan budaya birokrasi,
- Peningkatan partisipasi masyarakat,
- Penguatan transparansi proyek,
- Pengawasan berbasis komunitas,
- Pemberdayaan media sebagai kontrol sosial.