Pengawasan OJK Dipertanyakan: Rentetan Skandal Bank di Bengkulu Jadi Alarm Keras
Charger | Bengkulu — Serangkaian kasus fraud perbankan yang mencuat di Bengkulu sejak 2020 kembali menimbulkan kritik keras terhadap efektivitas pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua LHKP Muhammadiyah Bengkulu, Herwan Saleh, menilai pola skandal yang terus berulang menunjukkan fungsi pengawasan yang lemah dan tidak berjalan optimal.
Herwan menyebut perkara di Bank Raya (eks BRI Agro), Bank Bengkulu, hingga BSI sebagai sinyal kuat bahwa sistem pengawasan lembaga otoritas tersebut perlu dievaluasi serius.
“Publik menaruh harapan pada OJK karena mereka memiliki mandat undang-undang. Tapi dengan rangkaian kasus ini, wajar masyarakat mempertanyakan: fungsi pengawasannya bekerja atau hanya slogan?” ujar Herwan, Selasa (02/12/2025).
Ia menegaskan bahwa mayoritas kasus di Bengkulu dilakukan oleh orang dalam, sehingga seharusnya dapat terdeteksi melalui audit rutin, bukan teknologi tingkat tinggi.
Herwan mencontohkan kasus rekayasa kredit di Bank Raya yang menimbulkan kerugian hingga Rp119 miliar.
“Bagaimana angka sebesar itu lolos dari audit internal maupun eksternal? Kalau bukan karena pengawasan yang lumpuh, mungkin audit hanya formalitas tanda tangan,” katanya.
Beberapa kasus di Bank Bengkulu serta penyalahgunaan jabatan di BSI memperkuat pola yang sama. Menurut Herwan, kemunculan berulang kasus di bank Himbara, BPD, dan bank syariah bukan lagi persoalan individu, tetapi cermin persoalan sistemik.
Ia juga menyoroti fakta bahwa kasus-kasus tersebut baru ramai setelah aparat penegak hukum turun tangan.
“OJK memiliki instrumen dan data yang lengkap. Tapi red flag justru baru ditangani setelah menjadi bendera merah besar di media,” ujarnya.
Herwan menekankan bahwa publik membutuhkan pengawasan yang bersifat pencegahan, bukan respons setelah kerugian terjadi.
Ia mengingatkan bahwa label “Terdaftar dan Diawasi OJK” bukan sekadar formalitas, melainkan jaminan keamanan bagi nasabah. Kepercayaan itu, katanya, dapat runtuh jika pengawasan tidak dijalankan secara efektif.
Herwan mendesak OJK Bengkulu untuk memperkuat pemantauan transaksi mencurigakan, memastikan tata kelola dipatuhi, serta mencegah perbankan lokal menjadi arena praktik kejahatan kerah putih.
“Jika strategi pengawasan tidak dibenahi, Bengkulu akan terus menjadi tempat ideal bagi pelaku fraud berkedok profesional. Dan ketika uang publik lenyap, masyarakatlah yang menanggung akibatnya,” pungkasnya.